TIMES PACITAN, PACITAN – Di tengah derasnya arus informasi digital, sekolah tak cukup hanya bekerja baik. Prestasi, inovasi dan praktik positif juga harus sampai ke publik dengan cara benar. Semangat ini mengemuka dalam pelatihan jurnalistik dan guru melek digital hasil kolaborasi Dinas Pendidikan Kabupaten Pacitan dengan TIMES Indonesia.
Digelar pada Senin (22/12/2025).di Gedung Karya Dharma Wanita Pacitan, pelatihan ini diikuti 50 guru SMP Negeri se-Kabupaten Pacitan.
Kegiatan ini bukan sekadar mengasah keterampilan menulis berita. Lebih dari itu, kegiatan ini membuka kesadaran baru tentang pentingnya jurnalisme positif sebagai bagian dari strategi membangun kepercayaan publik dan branding sekolah.
Respons Positif Peserta
Guru SMPN 3 Nawangan, Amin Tri Wicaksono, menilai pelatihan tersebut sangat relevan dengan tantangan dunia pendidikan saat ini. Menurutnya, sekolah membutuhkan narasi yang sehat, jujur, dan berimbang agar publik memiliki gambaran utuh tentang apa yang sebenarnya terjadi di ruang-ruang belajar.
“Ini penting bagi pendidik. Jurnalisme positif bisa menjadi solusi untuk menumbuhkan kepercayaan publik terhadap lembaga sekolah,” ujar Amin usai pelatihan.
Ia berharap, guru tidak hanya berhenti sebagai pengajar di kelas, tetapi juga mampu berperan sebagai agen perubahan melalui tulisan yang mencerahkan. “Semoga kami bisa ikut menjadi bagian dari agen perubahan lewat jurnalisme yang positif,” tambahnya.
Pandangan serupa disampaikan Guru SMPN 2 Pacitan, Sri Nur Hayati. Ia mengaku mendapatkan banyak pemahaman baru, terutama tentang teknik menulis berita sesuai kaidah jurnalistik.

Pengetahuan ini terasa sangat berguna karena selama ini ia membina kegiatan ekstrakurikuler jurnalistik di sekolah. “Sekarang jadi tahu bagaimana menulis berita yang baik dan benar. Ternyata tidak sesulit yang dibayangkan, asal mau belajar,” ungkap Sri.
Ia juga menyinggung pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) dalam dunia penulisan. Menurutnya, teknologi tersebut bisa menjadi alat bantu, bukan pengganti kreativitas guru.
“AI membantu memperbaiki struktur tulisan, terutama untuk berita inovasi dan prestasi sekolah. Terima kasih TIMES Indonesia dan Dindik Pacitan,” ucapnya.
Sementara itu, Guru SMPN 1 Kebonagung, Al Rifa Rahayu Dianthi, menyebut pelatihan ini sebagai pengalaman pertamanya mengikuti pembekalan jurnalistik langsung dari narasumber yang dinilai berkompeten.
“Ini pertama kalinya saya ikut pelatihan jurnalistik langsung dari sumber yang kualitasnya memang terasa. Pematerinya keren, kepala dinasnya juga keren,” katanya sambil tersenyum.
Ia berharap, peningkatan literasi guru benar-benar membawa dampak nyata bagi kemajuan sekolah. “Semoga kemampuan literasi guru ke depan bisa memberi manfaat langsung untuk sekolah,” tuturnya.
Jurnalisme Positif untuk Branding Sekolah
Dalam pelatihan tersebut, peserta dibekali materi tentang jurnalisme positif, strategi membangun citra sekolah, serta cara mengelola informasi prestasi dan inovasi agar tersampaikan ke publik secara efektif dan bertanggung jawab.
Materi disampaikan langsung oleh Chief Marketing Officer (CMO) TIMES Indonesia, Bambang H. Irwanto. Ia menegaskan, sekolah perlu lebih aktif menyebarkan kabar baik sebagai penyeimbang banjir informasi negatif.
“Ayo, sekolah-sekolah mulai digelontor dengan lebih banyak berita positif,” tegas Bambang di hadapan peserta.
Menurutnya, hampir semua sekolah memiliki potensi dan prestasi. Persoalannya bukan pada ketiadaan capaian, melainkan pada kemampuan mengemas dan menyampaikannya secara menarik, jujur, dan bernilai jurnalistik.
Dorongan Kepala Dinas Pendidikan
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Pacitan, Khemal Pandu Pratikna, S.STP, menegaskan bahwa pelatihan ini merupakan bagian dari upaya meningkatkan kualitas literasi guru sekaligus membangun ekosistem pendidikan yang sehat.
Ia berharap, para guru mampu mengasah kemampuan menulis dan menghadirkan narasi positif dari lingkungan sekolah masing-masing.
“Kami berharap bapak ibu guru bisa mengasah kemampuan jurnalistiknya dan menyampaikan kabar-kabar baik. Masa depan pendidikan Pacitan ada di tangan panjenengan semua,” ujarnya.
Pandu juga mendorong guru memanfaatkan keterampilan menulis untuk menuangkan ide, gagasan, hingga refleksi pendidikan. Bahkan, Dinas Pendidikan berencana memberi apresiasi bagi karya terbaik.
“Manfaatkan kesempatan ini untuk menulis gagasan yang berbobot. Nanti akan kami lombakan dan kami beri apresiasi. Menulis itu bisa menginspirasi banyak orang,” tandasnya.
Jurnalisme Bukan Sekadar Visual
Pandu meluruskan anggapan bahwa jurnalisme di era digital hanya soal video pendek atau konten visual. Menurutnya, kekuatan utama jurnalisme tetap terletak pada kemampuan bernalar, menulis dengan logis, dan menyampaikan kebenaran secara jujur.
“Jurnalisme itu luas. Tidak hanya video atau reels. Kemampuan menulis, memahami masalah, lalu menawarkan solusi adalah inti dari jurnalistik,” jelasnya.
Ia mengaitkan literasi dengan nilai keagamaan dan intelektual. Perintah iqra, menurutnya, bukan hanya membaca teks, tetapi juga membaca realitas kehidupan.
“Ketika orang terpelajar bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, apa yang kita lakukan hari ini adalah bagian dari menjalankan perintah agama,” ucap Pandu. (*)
| Pewarta | : Yusuf Arifai |
| Editor | : Ronny Wicaksono |