TIMES PACITAN, PACITAN – HIV atau AIDS tetap menjadi tantangan kesehatan global. Penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) ini terus menjadi perhatian, karena sifatnya yang kompleks dan dampaknya yang luas. Hingga 2025, kemajuan pengobatan seperti ARV telah meningkatkan harapan hidup pasien.
Namun, stigma, akses terbatas ke pengobatan, dan infeksi baru, terutama di negara berkembang, masih jadi masalah. Edukasi, pencegahan, dan deteksi dini kunci menekan penyebaran HIV/AIDS.
Di Indonesia, diperkirakan 356.638 Orang Dengan HIV atau AIDS pada Maret 2025. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan dari angka tersebut sekitar 67% sedang dalam pengobatan dan 55% virusnya tersupresi.
Perkembangan dan Jumlah Kasus HIV atau AIDS di Pacitan
Kabupaten Pacitan juga menghadapi tantangan serius dalam penanggulangan HIV atau AIDS. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Pacitan, kasus HIV atau AIDS menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Dalam lima tahun terakhir rata-rata ada 8-10 kasus per tahun.
Tahun 2025 sampai dengan Mei ditemukan 12 kasus baru. Meskipun perkembangannya tergolong konstan, penyakit ini tetap menjadi ancaman karena angka ini kemungkinan besar bukan jumlah sebenarnya.
Seperti fenomena gunung es, banyak kasus tidak terdeteksi karena stigma, kurangnya kesadaran, atau keterbatasan akses layanan kesehatan.
Penularan HIV atau AIDS di Pacitan sebagian besar terjadi melalui perilaku seksual berisiko, seperti hubungan sesama jenis dan hubungan seksual dengan pasangan berganti-ganti. Selain itu, penularan dari pasangan (suami ke istri) juga menjadi perhatian, meskipun kasusnya lebih kecil, dari total penularan.
Secara geografis, sebaran kasus di Pacitan tidak merata, dengan konsentrasi lebih tinggi di wilayah perkotaan atau area dengan mobilitas penduduk tinggi. Namun, data spesifik per kecamatan menunjukkan bahwa penyakit ini telah menyebar ke berbagai wilayah, menurut laporan Badan Pusat Statistik Pacitan.
Pencegahan Penularan dan Penanganan HIV atau AIDS
Pencegahan HIV atau AIDS di Pacitan hendaknya dilakukan melalui pendekatan preventif seperti Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE), Voluntary Counselling and Testing (VCT), dan penguatan pusat layanan kesehatan.
KIE bertujuan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang HIV atau AIDS, termasuk cara penularan dan pencegahannya, seperti penggunaan kondom dan perilaku seksual yang aman.
VCT, yang tersedia di Rumah Sakit, Puskesmas dan klinik kesehatan, menawarkan tes HIV sukarela disertai konseling untuk mendukung individu memahami status kesehatan mereka. Pusat layanan kesehatan, berperan dalam menyediakan layanan komprehensif, termasuk pengelolaan infeksi menular seksual (IMS).
Penanganan HIV/AIDS di Pacitan idealnya diarahkan pada pendekatan perilaku sehat, home care, dan pengobatan antiretroviral (ARV). Perilaku sehat, seperti setia pada satu pasangan, penggunaan pengaman dan menghindari penggunaan jarum suntik tidak steril, menjadi langkah awal. Pengobatan ARV, yang tersedia di rumah sakit rujukan, efektif menekan jumlah virus dalam tubuh, memungkinkan ODHA hidup normal dan produktif.
Home care melibatkan dukungan keluarga dan komunitas untuk memastikan ODHA mendapatkan perawatan fisik dan psikologis yang memadai. Pendekatan ini juga membantu mengurangi stigma dengan menekankan bahwa ODHA dapat hidup layak seperti orang lain.
Pemberdayaan ODHA dan OHIDHA
Pemberdayaan ODHA (Orang dengan HIV atau AIDS) dan OHIDHA (Orang hidup dengan ODHA) menjadi kunci untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Di Pacitan, upaya ini harus dilakukan melalui pelatihan dan pendidikan untuk meningkatkan keterampilan.
Program seperti pemberian Paket Makanan Tambahan (PMT) juga diterapkan untuk mendukung kesehatan ODHA yang menjalani pengobatan. Dengan pemberdayaan, ODHA tidak hanya menjadi korban, tetapi juga agen perubahan dalam komunitas, membantu mengedukasi masyarakat tentang HIV/AIDS.
Pemerintah Kabupaten Pacitan, melalui Dinas Kesehatan, berperan aktif dalam penanggulangan HIV atau AIDS. Kebijakan seperti penguatan layanan kesehatan primer, pelatihan tenaga kesehatan, dan kemitraan dengan sektor swasta serta LSM memperluas jangkauan program pencegahan dan pengobatan.
Pemerintah juga harus mendorong keterlibatan lintas sektor, termasuk masyarakat sipil dan organisasi ODHA atau peduli ODHA, untuk memastikan pendekatan holistik. Namun, keberhasilan program ini bergantung pada partisipasi masyarakat. Masyarakat harus melawan stigma dengan mendukung ODHA, bukan mengucilkan mereka. Pesan utama adalah: lawan penyakitnya, bukan orangnya.
HIV atau AIDS di Pacitan adalah tantangan yang membutuhkan perhatian kolektif. Dengan jumlah kasus yang terus bertambah dan fenomena gunung es yang menyembunyikan jumlah sebenarnya, upaya pencegahan melalui KIE, VCT, dan layanan kesehatan harus terus diperkuat.
Penanganan melalui perilaku sehat, pengobatan ARV, dan home care, serta pemberdayaan ODHA, adalah langkah konkret menuju pengendalian penyakit ini.
Peran pemerintah dan masyarakat sangat penting untuk mencapai target “Three Zero” pada 2030: tidak ada penularan baru, tidak ada kematian akibat AIDS, dan tidak ada stigma. Mari bersama-sama melawan HIV atau AIDS di Pacitan dengan empati, pengetahuan, dan tindakan nyata.
Penulis adalah pemerhati masalah sosial, pendidikan, perempuan dan anak, serta pegiat gender equity. Anggota KPU Pacitan tahun 2014-2019 dan Ketua KPU Pacitan Tahun 2019-2024.
Selain Aktif dalam LSM Peduli Kesehatan Reproduksi sejak masih remaja, penulis juga pernah tercatat sebagai anggota KPA (Komisi Penanggulangan HIV atau AIDS) Kota Surabaya tahun 2006-2008 dan menjadi Lay Support/Lay Konselor HIV atau AIDS pada Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2006-2010.
***
*) Oleh : Sulis Styorini, S.Pd., M.Si., Pemerhati masalah sosial, perempuan dan anak, Ketua KPU Kab. Pacitan Periode 2019-2024 dan Pengurus Forhati Wilayah Jawa Timur.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |