https://pacitan.times.co.id/
Opini

Mengapa Bahasa Arab Bertahan sebagai Bahasa Ilmu hingga Kini?

Rabu, 17 Desember 2025 - 23:42
Mengapa Bahasa Arab Bertahan sebagai Bahasa Ilmu hingga Kini? Catatan bahasa Arab pada Monumen Camberli Tash yang berada di Camberlitas, Istanbul, Turki menjadi saksi bisu peradaban Romawi Timur Byzantium. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)

TIMES PACITAN, PACITAN – Ketika bahasa Arab disebut, yang terlintas sering kali adalah bahasa agama atau komunikasi sehari-hari di Timur Tengah. Namun, di balik itu, bahasa Arab sesungguhnya merupakan salah satu objek kajian ilmiah paling penting dalam linguistik, filsafat bahasa, dan sejarah ilmu pengetahuan

Bahkan, ia bukan lagi sekadar alat tutur, melainkan sistem pengetahuan yang membentuk cara berpikir sebuah peradaban.

Secara historis, bahasa Arab berasal dari rumpun bahasa Semitik, keluarga bahasa tua yang telah digunakan masyarakat Jazirah Arab sejak awal Masehi. 

Para ahli bahasa menyebut bahwa jejak awal bahasa Arab dapat ditelusuri setidaknya sejak abad pertama Masehi, ketika ragam-ragam Semitik mulai berkembang secara lokal di wilayah Arabia.

Bukti paling awal tentang keberadaan bahasa Arab datang dari temuan epigrafi. Sejumlah prasasti bertarikh abad ke-4 Masehi menunjukkan bentuk-bentuk awal bahasa Arab yang masih beragam dan belum seragam. 

Pada fase ini, bahasa Arab hidup dalam berbagai varian regional, mencerminkan kondisi sosial dan geografis masyarakat penuturnya.

Ahli linguistik historis Ahmad Al-Jallad membedakan bahasa Arab awal ke dalam dua kelompok besar: Arab Kuno dan Arab Arabia Utara. 

Arab Kuno berkembang di wilayah tengah dan selatan Jazirah Arab, sedangkan Arab Arabia Utara dikenal terutama melalui inskripsi Safaitik di kawasan utara. 

Prasasti-prasasti inilah yang kini menjadi fondasi penting dalam kajian sejarah bahasa Arab.

Seiring waktu, bahasa Arab tidak berkembang dalam ruang hampa. Jalur perdagangan yang menghubungkan Jazirah Arab dengan Syam, Persia, dan kawasan Mediterania menciptakan interaksi linguistik yang intens. 

Melalui pertemuan inilah, bahasa Arab menyerap unsur leksikal dan konseptual dari berbagai bahasa, termasuk Yunani dan Persia, terutama dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan.

Titik balik paling menentukan terjadi pada abad ke-7, ketika Alquran diturunkan. 

Bahasa Arab yang digunakan dalam Alquran kemudian menjadi rujukan utama dalam fonologi, morfologi, dan sintaksis. 

Dalam perspektif sains bahasa, peristiwa ini menandai dimulainya fase kodifikasi dan standarisasi bahasa Arab secara sistematis.

Kebijakan politik turut mempercepat proses tersebut. Sejarawan Robert G. Hoyland mencatat bahwa ketika kekhalifahan Islam menetapkan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi, bahasa ini dengan cepat menjadi medium utama hukum, pemerintahan, dan keilmuan. 

Bahasa Arab pun melampaui fungsi komunikatifnya dan bertransformasi menjadi bahasa negara dan ilmu.

Antara abad ke-7 hingga ke-10, wilayah dunia Islam membentang luas dari Andalusia hingga Asia Tengah. 

Dalam rentang inilah bahasa Arab berfungsi sebagai lingua franca, digunakan untuk menulis karya-karya filsafat, matematika, kedokteran, astronomi, dan ilmu alam. Bahasa Arab menjadi bahasa ilmu pengetahuan global pada masanya.

Dari sudut pandang filsafat bahasa, keunggulan bahasa Arab terletak pada strukturnya. 

Syekh Musthafa Al-Ghulayaini dalam Jāmi‘ ad-Durūs al-‘Arabiyyah menekankan bahwa sistem akar kata dalam bahasa Arab memungkinkan satu konsep dasar berkembang menjadi jaringan makna yang luas dan saling berkaitan.

Struktur morfologi ini memberi ruang bagi presisi makna. Perubahan bentuk kata bukan sekadar variasi gramatikal, melainkan sarana untuk mengekspresikan nuansa makna yang berbeda secara konsisten. 

Dalam kerangka filsafat bahasa, hal ini membuat bahasa Arab sangat efektif untuk merumuskan gagasan abstrak.

Pandangan tersebut sejalan dengan pemikiran ulama Tunisia, Syekh Muhammad Thahir bin ‘Asyur. Dalam kajiannya tentang bahasa Alquran, ia menilai bahasa Arab memiliki keseimbangan unik antara logika (manthiq) dan retorika (balaghah). 

Keseimbangan ini memungkinkan bahasa Arab menyampaikan argumen rasional sekaligus nilai etis secara bersamaan.

Tradisi keilmuan di Tunisia, khususnya di Universitas Zaytuna, menempatkan bahasa Arab sebagai bahasa epistemik bahasa yang bukan hanya menyampaikan pengetahuan, tetapi juga membentuk cara berpikir. 

Dalam perspektif modern, bahasa Arab dipahami sebagai sistem hidup yang terus beradaptasi dengan zaman.

Secara klasifikatif, bahasa Arab dibagi ke dalam Arab Klasik, Bahasa Arab Standar Modern, dan beragam dialek regional. 

Arab Klasik berfungsi sebagai bahasa teks normatif, sementara Bahasa Arab Standar Modern digunakan dalam pendidikan, media, dan publikasi ilmiah.

Dialek-dialek Arab berkembang mengikuti konteks sosial dan geografis masing-masing wilayah. Meski kerap menimbulkan perbedaan dalam komunikasi lisan, Bahasa Arab Standar Modern tetap berperan sebagai bahasa pemersatu lintas negara, terutama dalam ranah akademik dan sains.

Pengaruh kolonialisme Eropa turut membentuk wajah bahasa Arab modern. Di Afrika Utara, bahasa Prancis memberi pengaruh kuat dalam kosakata teknis, sementara di Timur Tengah, bahasa Inggris berperan besar dalam bidang sains dan teknologi.

Memasuki era globalisasi, bahasa Arab menghadapi tantangan sekaligus peluang. Bahasa ini menyerap istilah-istilah modern atau menciptakan padanan baru melalui mekanisme derivasi internal. Ini menjadi bukti bahwa bahasa Arab tetap produktif dan adaptif.

Saat ini, lebih dari 420 juta orang di dunia menggunakan bahasa Arab. Jumlah ini menempatkan bahasa Arab sebagai salah satu bahasa dengan penutur terbanyak secara global. 

Di tengah perbedaan dialek, perkembangan media digital dan publikasi ilmiah berbahasa Arab justru memperkuat posisi Bahasa Arab Standar Modern sebagai bahasa ilmu.

Para peneliti sepakat bahwa masa depan bahasa Arab bergantung pada penguatan riset linguistik, pembaruan kurikulum, dan integrasi teknologi. 

Bahasa Arab dituntut untuk terus menjaga warisan klasiknya, sembari aktif terlibat dalam produksi pengetahuan kontemporer.

Selain itu, dalam perspektif sains dan filsafat, bahasa Arab tidak hanya sebagai peninggalan masa lalu. Ia adalah sistem bahasa yang hidup kemudian membentuk cara berpikir, menyusun pengetahuan, dan merumuskan makna dalam peradaban Islam serta dunia modern. (*) 

Sumber: Kees Versteegh, The Arabic Language (Edinburgh University Press, 2014).

Ahmad Al-Jallad, An Outline of the Grammar of the Safaitic Inscriptions (Brill, 2018).

Robert G. Hoyland, In God’s Path: The Arab Conquests and the Creation of an Islamic Empire (Oxford University Press, 2015).

G. F. Simons & C. D. Fennig (eds.), Ethnologue: Languages of the World, edisi ke-21 (SIL International, 2018).

Syekh Musthafa Al-Ghulayaini dalam Jāmi‘ ad-Durūs al-‘Arabiyyah.

Pewarta : Yusuf Arifai
Editor : Faizal R Arief
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Pacitan just now

Welcome to TIMES Pacitan

TIMES Pacitan is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.