https://pacitan.times.co.id/
Berita

Algoritma Menguji Otoritas Ulama, Simak Penjelasan Para Pakar Agama

Rabu, 10 Desember 2025 - 19:40
Algoritma Menguji Otoritas Ulama, Simak Penjelasan Para Pakar Agama Dr. Tuan Guru Bajang (kanan), Rektor UIN Sunan Kalijaga Prof. Dr. Noorhaidi Hasan (tengah), dan Prof. Dr. M. Quraish Shihab (kiri) dalam Seminar Nasional Algoritma Ulama di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Selasa (9/12/2025). (FOTO: Fb TGB)

TIMES PACITAN, YOGYAKARTA – YOGYAKARTA — Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) bukan lagi isu masa depan. Teknologi ini sudah hadir, dipakai, dan ikut memengaruhi cara manusia belajar, bekerja, bahkan beragama. Di titik inilah muncul pertanyaan mendasar bagaimana posisi agama, etika, dan otoritas keilmuan di tengah laju algoritma yang kian cepat?

Pertanyaan-pertanyaan itu mengemuka dalam Seminar Nasional bertajuk “Ketika Ulama Bertemu Algoritma” yang digelar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Selasa (9/12/2025) kemarin. 

Sejumlah tokoh nasional dan akademisi lintas disiplin hadir dalam forum tersebut. Di antaranya Pendiri sekaligus Anggota Majelis Hukama Muslimin Prof. Dr. M. Quraish Shihab, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Prof. Dr. Amin Abdullah, Rektor UIN Sunan Kalijaga Prof. Dr. Noorhaidi Hasan, pakar kecerdasan buatan dari Universitas Gadjah Mada Dr. Mardhani Riasetiawan, serta Direktur Majelis Hukama Muslimin (MHM) Indonesia Dr. Muchlis M. Hanafi.

Sejak pagi, auditorium dipenuhi ratusan peserta. Akademisi, santri, mahasiswa, hingga pegiat teknologi duduk berdampingan. Antusiasme terasa kuat. Tema AI dan agama dianggap dekat dengan kegelisahan banyak orang tentang batas manusia, peran ulama, hingga otoritas pengetahuan di era digital.

Dalam paparannya, Prof. Quraish Shihab mengingatkan agar umat tidak bersikap ekstrem dalam menyikapi perkembangan teknologi. Menolak mentah-mentah bukan jalan keluar, begitu pula menerima tanpa sikap kritis.

“AI harus dihadapi dengan pandangan terbuka, sambil memastikan bahwa etika dan moral tetap dijaga,” tutur Quraish Shihab.

Menurutnya, kemajuan teknologi semestinya memperkuat nilai kemanusiaan. Algoritma boleh berkembang, tetapi nilai, adab, dan tanggung jawab moral tetap harus menjadi kompas utama.

Nada serupa disampaikan Prof. Amin Abdullah. Ia menilai AI adalah realitas yang tidak mungkin dihindari. Tantangannya bukan pada keberadaan AI, melainkan pada cara manusia memanfaatkannya.

“Kita harus berbesar hati. Saat ini kita punya kawan bernama AI. Jangan dilawan, tapi digunakan sebagai alat untuk meningkatkan kapasitas diri,” tegasnya.

Bagi Amin Abdullah, pendidikan dan literasi menjadi kunci. Tanpa bekal itu, teknologi berpotensi disalahgunakan atau justru menyesatkan.

Sementara itu, Rektor UIN Sunan Kalijaga Prof. Noorhaidi Hasan menyoroti dampak AI terhadap struktur otoritas keagamaan. Ia melihat adanya perubahan besar dalam cara umat mengakses dan memproduksi pengetahuan agama.

“AI menyebabkan fragmentasi otoritas keagamaan. Sisi positifnya, terjadi demokratisasi agama, karena setiap orang bisa ikut menyumbang pemikiran,” jelasnya.

Namun, cairnya otoritas ini juga menyimpan risiko. Tanpa pendampingan dan kedewasaan berpikir, AI justru bisa memperkuat pandangan keagamaan yang sempit dan ekstrem.

“Di sisi lain, AI juga dapat memunculkan ekstremitas dalam beragama jika tidak diimbangi dengan kedewasaan berpikir,” tambahnya.

Dari sisi teknis, Dr. Mardhani Riasetiawan mengingatkan publik agar tidak menaruh ekspektasi berlebihan terhadap kemampuan AI. Teknologi ini canggih, tetapi tetap memiliki batas.

“Jangan overestimate atau overexpectation. AI juga punya banyak keterbatasan,” ujarnya.

Ia menekankan pentingnya literasi AI agar masyarakat tidak terjebak pada mitos, ketakutan, atau justru pemujaan berlebihan terhadap teknologi.

Dimensi Kemanusiaan Tak Pernah Tergantikan

Pandangan reflektif datang dari Dr. Tuan Guru Bajang (TGB) H. Muhammad Zainul Majdi. Menurutnya, AI memang mampu mengambil alih sebagian fungsi kognitif manusia, terutama dalam pengolahan data dan informasi.

Namun, ada dimensi kemanusiaan yang tidak akan pernah bisa digantikan mesin.

“AI bisa mengambil alih sebagian kemampuan berpikir kognitif manusia. Tapi AI tidak akan pernah menggantikan spiritualitas, empati, simpati, dan ikatan sosial,” tegas TGB.

Karena itu, ia mengajak masyarakat untuk justru memperkuat dimensi-dimensi tersebut agar manusia tidak kehilangan perannya di tengah disrupsi teknologi.

“Mari kita perkuat spiritualitas, empati, dan social bonding agar manusia tetap relevan di era AI,” tandasnya.

Ruang dialog  ulama, akademisi, dan pakar teknologi dalam satu forum tersebut sekaligus menjadi ruang kritis untuk membaca perubahan zaman tanpa tercerabut dari nilai etika dan kemanusiaan. (*)

Pewarta : Yusuf Arifai
Editor : Hendarmono Al Sidarto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Pacitan just now

Welcome to TIMES Pacitan

TIMES Pacitan is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.