TIMES PACITAN, PACITAN – Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Pacitan, Dr Indiyah Nurhayati, menegaskan bahwa Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) tahun 2025 kali ini memang dirancang untuk jauh lebih bermakna. “Fokus utamanya MPLS 2025 adalah ramah,” katanya, Selasa (15/7/2025).
Menurut Dr Indiyah, tema MPLS ini bukan hanya untuk meramaikan acara seremonial semata, tetapi benar-benar diarahkan agar siswa antusias belajar dan membangun karakter positif sejak hari pertama menginjakkan kaki di bangku sekolah.
“Konsep ramah ini tidak hanya tercermin pada cara guru dan panitia menyambut siswa baru, melainkan juga dalam rangkaian materi yang diberikan. Harapannya, siswa merasa nyaman, aman, dan semangat menempuh pendidikan, bukan sekadar hadir dalam acara pembukaan lalu kehilangan arah ketika MPLS berakhir,” tambahnya.
Dorong Literasi Digital dan Bijak Bermedsos
Salah satu tantangan terbesar dunia pendidikan saat ini adalah bagaimana menyiapkan siswa agar lebih dewasa dalam menghadapi derasnya arus digital, terutama media sosial. Dr Indiyah menuturkan, melalui MPLS kali ini, pihak sekolah diajak untuk menekankan pentingnya etika digital.
“Dengan menghargai hak siswa, kita ajak siswa lebih bijak menggunakan dan menyikapi medsos. Dengan memberikan contoh-contoh konkret yang terjadi pada masyarakat dewasa ini. Tujuannya mengajak siswa untuk lebih dewasa di era digital ini,” jelasnya.
Langkah ini menjadi krusial di tengah maraknya kasus penyalahgunaan gadget yang sering berdampak pada konsentrasi belajar hingga kesehatan mental anak. MPLS pun diarahkan menjadi ruang diskusi terbuka agar siswa sadar bahwa media sosial bukan sekadar tempat eksis, tetapi juga perlu digunakan dengan bertanggung jawab.
Bekali Siswa Bahaya Bullying dan Konsekuensi Hukumnya
Selain literasi digital, judol dan pinjol, MPLS 2025 di Pacitan juga menaruh perhatian serius pada isu bullying. Fenomena perundungan yang masih kerap ditemukan di lingkungan sekolah menjadi perhatian khusus agar dapat dicegah sejak dini.
“Kita melibatkan narasumber dari kepolisian, anak-anak dibekali pengetahuan tentang tindakan bullying dan dampaknya. Baik dampak psikologis maupun dampak hukum,” kata Dr Indiyah.
Dengan hadirnya pihak kepolisian, siswa tidak hanya tahu bahwa bullying itu menyakiti hati korban, tetapi juga bisa berujung masalah hukum yang serius. Strategi ini sekaligus memperkenalkan pendekatan hukum kepada siswa dengan bahasa yang mudah dipahami, sehingga anak-anak tidak takut tetapi lebih mengerti konsekuensi yang harus ditanggung jika melakukan tindakan tersebut.
Kesehatan Mental Dimulai dari Disiplin
Tak hanya soal kekerasan fisik atau verbal, MPLS tahun ini juga memberi ruang pada pembahasan kesehatan mental. Dr Indiyah menjelaskan, pembentukan mental siswa yang sehat sebenarnya dimulai dari hal-hal sederhana, yakni kedisiplinan dan rasa tanggung jawab.
“Kesehatan mental diawali dari sikap disiplin dan tanggung jawab. Sikap tersebut harus terintegrasi pada seluruh materi MPLS,” ungkapnya.
Dengan disiplin, siswa akan belajar mengatur waktu dan stres, sedangkan tanggung jawab membantu mereka membangun rasa percaya diri. Keduanya menjadi pondasi penting agar siswa tidak gampang cemas atau merasa tertekan menghadapi beban sekolah maupun pergaulan.
Pencegahan Kekerasan Seksual Melalui Penguatan Karakter
Isu lain yang tak luput disorot dalam MPLS 2025 adalah soal pencegahan kekerasan seksual di lingkungan sekolah. Menurut Dr Indiyah, penguatan karakter siswa menjadi senjata utama untuk meminimalisir tindakan yang mengarah pada kekerasan seksual maupun pelecehan.
“Pendidikan karakter harus dikuatkan melalui kegiatan MPLS tahun ini. Hal tersebut merupakan upaya untuk meminimalisir bullying maupun kekerasan seksual,” ujarnya.
Dalam praktiknya, MPLS tidak hanya mengisi waktu siswa dengan game ice breaking atau lomba-lomba, tetapi lebih diarahkan pada penguatan nilai-nilai moral, etika pergaulan sehat, dan penghormatan atas batasan diri maupun orang lain.
Sekolah Didukung untuk Kreatif Mengemas MPLS
Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Pacitan juga memberikan keleluasaan kepada sekolah-sekolah untuk mengemas MPLS se-kreatif mungkin, asalkan tetap berada dalam koridor tujuan utama. Dengan demikian, suasana MPLS bisa lebih menyenangkan dan tidak menegangkan bagi siswa baru.
Berbagai sekolah di Pacitan tampak antusias menyiapkan konsep MPLS yang variatif. Ada yang mengajak siswa membuat poster anti-bullying, anti judol, anti pinjol, kampanye media sosial sehat, hingga sesi tanya jawab langsung dengan psikolog atau petugas kepolisian setempat. Inovasi seperti inilah yang diharapkan dapat membuat pesan-pesan penting selama MPLS lebih membekas di hati siswa.
Harapan Pendidikan Pacitan
Pada akhirnya, MPLS 2025 ini menjadi momentum penting untuk kembali menegaskan bahwa pendidikan bukan sekadar soal transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga pembentukan akhlak, mental, dan kecakapan hidup. Dengan mengusung konsep ramah, diharapkan siswa baru dapat benar-benar merasa diterima dan termotivasi belajar di lingkungan sekolah yang sehat, aman, dan suportif.
Sebagaimana diungkapkan Dr Indiyah, tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan sekolah yang positif tidak hanya berada di pundak guru, tetapi juga orang tua, masyarakat, serta para siswa itu sendiri. MPLS di Pacitan hanyalah gerbang awal untuk mengenal budaya sekolah, tetapi nilai-nilai yang dibawa harus terus dijaga sepanjang tahun. (*)
Pewarta | : Yusuf Arifai |
Editor | : Faizal R Arief |