Harga Kambing di Pacitan Anjlok, Pedagang Mengeluh Sepi Pembeli Meski Pasar Ramai
Selasa, 15 Juli 2025 - 12:41
Sejumlah pedagang kambing di Pasar Hewan Semanten Pacitan mengaku lesu lantaran harga terjun bebas daya beli lemah. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)
TIMES PACITAN, PACITAN – Harga kambing di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur belakangan ini mengalami penurunan yang cukup tajam. Kondisi ini dirasakan langsung oleh para pedagang di Pasar Hewan Semanten, salah satu pasar ternak terbesar di Pacitan.
Pedagang kambing asal Poko, Pringkuku, Slamet (62) mengungkapkan bahwa harga kambing jenis Peranakan Etawa (PE) dan Boer saat ini hanya berkisar Rp3 juta per ekor. Padahal sebelumnya, kambing jenis ini masih bisa laku terjual hingga Rp3,5 juta.
“Sekarang kambing PE sama Boer paling cuma Rp3 juta. Dulu sebelum Iduladha masih bisa Rp3,5 juta satu ekor,” ujarnya saat ditemui di lapak jualannya.
Sementara untuk kambing Jawa lokal, penurunannya bahkan lebih dalam. Jika sebelum hari raya kurban masih bisa dilepas di harga Rp2 juta per ekor, kini hanya sekitar Rp1,6 juta.
Penurunan harga ini sudah terjadi sejak usai perayaan Iduladha beberapa waktu lalu. Menurut Slamet, stok kambing di pasar saat ini justru melimpah, tetapi anehnya harga malah kian tertekan.
“Stoknya malah banyak sekarang, tapi harga malah anjlok. Susah lakunya. Banyak yang lihat-lihat saja, nggak jadi beli,” imbuh Slamet dengan nada pasrah.
Harga Sapi Merangkak Naik
Berbeda dengan kambing, harga sapi di Pasar Hewan Semanten justru menunjukkan tren kenaikan.
Salah satu staf bidang Pembibitan dan Kesehatan Hewan (PKH) Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Pacitan, Slamet, mengatakan permintaan sapi masih cukup stabil. Namun demikian, daya beli masyarakat secara umum tetap melemah.
“Harga sapi ada yang siap potong sampai Rp30 juta. Kalau sapi lemosin dara bibitan sekitar Rp14,5 juta. Tapi kalau untuk daya beli, cenderung turun. Pembelinya juga lebih selektif,” tutur Slamet dari DKPP Pacitan.
Ia menjelaskan bahwa sapi lokal Pacitan saat ini mulai jarang ditemukan di pasar. Salah satu alasannya, peternak banyak yang beralih memelihara sapi lemosin karena pertumbuhannya lebih cepat dan menghasilkan daging lebih banyak.
“Sapi lokal Pacitan itu sebenarnya lebih tahan penyakit karena sudah beradaptasi dengan lingkungan sini. Tapi posturnya kalah besar sama sapi lemosin, makanya peternak sekarang lebih suka lemosin,” jelasnya.
Pasar Ramai, Pembelian Melandai
Pantauan di lokasi pasar hewan Semanten pada Senin pagi itu memperlihatkan suasana yang masih tampak ramai. Deretan truk pengangkut ternak hilir mudik keluar masuk area pasar. Begitu juga dengan kerumunan calon pembeli yang tampak memeriksa hewan ternak satu per satu.
Namun di balik keramaian tersebut, tidak sedikit pedagang yang justru harus kecewa. Banyak di antara mereka yang terpaksa membawa pulang kembali kambing atau sapi dagangannya karena tak kunjung laku terjual.
Seorang pedagang sapi asal Punung, Surami mengaku harus rela memikul biaya tambahan untuk mengangkut pulang ternaknya karena tidak menemukan pembeli yang cocok.
“Hari ini bawa tiga ekor sapi. Niatnya mau dijual, tapi sampai siang belum ada yang cocok harganya. Ya sudah, terpaksa dibawa pulang lagi. Nanti minggu depan dicoba lagi,” keluh Surani.
Menurut para pedagang, para pembeli sekarang banyak yang lebih berhitung dan cenderung menawar harga terlalu rendah. Tak jarang pula yang hanya menanyakan spesifikasi hewan dan harganya tanpa melanjutkan transaksi.
“Banyak yang cuma nanya-nanya saja. Lihat gigi, lihat kaki, terus pergi. Katanya belum ada uang. Mau gimana lagi, namanya juga usaha,” kata Slamet Riyadi lagi.
Faktor Daya Beli Masyarakat
DKPP Pacitan sendiri mengakui bahwa kondisi pasar ternak ini tidak lepas dari menurunnya daya beli masyarakat.
Menurut Slamet, banyak petani maupun pengusaha kecil yang saat ini menahan diri untuk membeli ternak baru karena pertimbangan biaya pakan yang naik, serta kebutuhan rumah tangga lain yang juga meningkat.
“Biaya hidup sekarang kan naik semua. Beli pakan juga mahal. Jadi banyak yang mikir dua kali kalau mau beli kambing atau sapi baru,” paparnya.
Tak hanya itu, ia juga menyinggung soal pengaruh musim panen yang belum merata di Pacitan. Beberapa kecamatan memang baru saja memasuki masa tanam, sehingga petani belum memegang uang hasil panen untuk membeli ternak.
“Kalau nanti pas sudah panen raya, biasanya pasar hewan akan lebih ramai pembeli. Mudah-mudahan harganya juga bisa naik lagi, biar peternak dan pedagang sama-sama senang,” harap Slamet.
Di tengah kondisi ini, para pedagang berharap adanya stabilisasi harga ternak, khususnya kambing, agar mereka tidak terus merugi. Mereka juga meminta pemerintah daerah melalui dinas terkait bisa membantu membuka akses pasar lebih luas, misalnya dengan memfasilitasi penjualan ke luar daerah.
Sementara DKPP Pacitan terus mengimbau peternak untuk menjaga kualitas ternak mereka agar tetap sehat dan layak jual. Slamet dari DKPP menyebut pihaknya rutin melakukan pemeriksaan kesehatan hewan di pasar agar pembeli merasa lebih yakin membeli ternak dari Pacitan.
“Kami tiap pasar pasti turun untuk cek kesehatan hewan. Supaya kalau ada penyakit bisa cepat ditangani, dan pembeli juga percaya sama ternak dari Pacitan,” tegas Slamet.
Meski harga kambing terus merosot, para pedagang di Pasar Hewan Semanten tetap berusaha bertahan. Dengan harapan suatu saat nanti harga kembali normal, sehingga roda ekonomi peternakan di Pacitan bisa bergerak lebih baik. (*)