TIMES PACITAN, PACITAN – Auditorium Ma’had Aly Al-Tarmasi Pacitan mendadak riuh. Pagi itu, Jumat (27/12/2024), kaum hawa berkumpul, bukan untuk sekadar berbincang ringan, tetapi mendalami persoalan pelik.
Dalam semarak Dies Maulidiyah ke-17, Bahtsul Masail Kubra Putri digelar dengan tema besar yang menggugah, mulai isu KDRT hingga penggerebekan tempat mesum.
Sekretaris Umum Ma'had Aly Al-Tarmasi, Zanuar Mubin, memberikan pandangan khusus sembari mengenang masa-masa belajar kitab yang acap membakar mata hingga larut malam.
“Dies Maulidiyah ini adalah momentum untuk mengukuhkan identitas mahasantri, oleh karena itu perlu kita isi dengan kegiatan positif seperti bahtsul masail kubro,” ujarnya.
Pada sesi pertama, diskusi menyentuh isu yang sering dianggap tabu, yakni wanita korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
"Melalui pendekatan ushul fiqh, tentunya segala permasalahan bisa diselesaikan dengan mudah," tambah Zanuar.
Forum ini tak sekadar menyampaikan opini, tetapi mencoba mengurai hakikat persoalan dengan pisau syariat.
Beberapa kesimpulan menarik berhasil dirumuskan, di antaranya perceraian memang menjadi solusi terakhir karena dampaknya yang berat, terutama bagi anak-anak.
Kemudian sabar, kata yang sederhana namun penuh makna, menjadi kunci bagi istri selama situasi KDRT masih dalam batas toleransi.
Namun, pilihan tetap di tangan istri. Jika kesabaran habis, jika luka batin dan mental tak lagi tertahankan, maka perceraian adalah langkah yang dianjurkan demi menyelamatkan diri dan anak-anak.
“KDRT ini bukan soal hitam putih. Ada banyak pertimbangan syar’i dan kemaslahatan yang harus dikaji,” tegas Zanuar.
Sesi berikutnya membahas isu yang tak kalah panas: hukum penggerebekan tempat mesum. Di sini, forum mencoba menyeimbangkan hak dan kewajiban antara masyarakat dan aparat penegak hukum.
Aparat penegak hukum wajib bertindak, tentu jika punya dasar dan kewenangan.
Masyarakat biasa? Boleh turun tangan, tapi hanya jika ada bukti kuat dan tanda-tanda nyata. Main hakim sendiri tanpa dasar jelas? Itu pantang.
“Penggerebekan itu ibarat pedang bermata dua. Salah langkah, niat baik bisa berujung petaka,” tuturnya.
Pukul 11.30 WIB, acara resmi ditutup. Para peserta membawa pulang bukan hanya ilmu, tetapi juga doorprize berupa buku karya Zanuar Mubin.
Semangat mahasantri kader ulama ini menjadi bukti bahwa kajian kitab turats tak pernah kehilangan relevansi, bahkan di tengah zaman yang terus berubah.
Bahtsul Masail Kubra Ma'had Aly Al-Tarmasi Pacitan ini adalah panggung bagi para mahasantri perempuan untuk menyuarakan keberanian, sekaligus meneguhkan tradisi berpikir yang mendalam. Tabik! (*)
Pewarta | : Yusuf Arifai |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |