TIMES PACITAN, PACITAN – Upacara adat Lempung Agung kembali menjadi daya tarik tersendiri dalam gelaran Festival Gerabah 2025 di Desa Purwoasri, Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacitan, Sabtu (25/10/2025) sore. Tradisi sakral yang digelar di tengah area persawahan itu menjadi simbol syukur sekaligus penghormatan warga terhadap tanah sebagai sumber kehidupan.
Iring-iringan warga berpakaian lurik membuka prosesi. Mereka membawa peralatan tani dan perlengkapan dapur menuju sawah. Di lokasi, para lelaki menggali tanah dengan cangkul, sementara perempuan mengambil tanah liat yang menjadi bahan utama pembuatan gerabah.
“Ritual ini menggambarkan keseharian masyarakat Purwoasri dan Gunung Cilik dalam mengolah tanah menjadi karya bernilai tinggi,” ujar Ketua Festival Lempung Agung, Hari Setyo Nugroho.
Selesai menggali tanah, warga berhenti sejenak untuk makan bersama. Suasana akrab dan penuh kebersamaan mewarnai jalannya prosesi. Setelah itu, gundukan tanah hasil galian diarak ke panggung utama sejauh sekitar 500 meter. Sepanjang perjalanan, suara gamelan yang ditabuh dari berbagai perkakas gerabah mengiringi langkah peserta.

Menurut Hari, Lempung Agung bukan sekadar ritual tahunan, tetapi bentuk rasa syukur atas berkah tanah sawah yang menjadi sumber penghidupan masyarakat. “Tanah adalah anugerah Sang Pencipta. Melalui upacara ini, kami diajak untuk terus bersyukur agar kehidupan selalu diberkahi,” katanya.
Ia menambahkan, sebagian besar warga di dua dusun tersebut berprofesi sebagai petani sekaligus perajin gerabah. Kegiatan ekonomi ini sudah diwariskan secara turun-temurun sejak zaman nenek moyang. Karena itu, pelestarian budaya ini penting agar tidak hilang ditelan modernisasi.
“Gerabah bukan hanya produk ekonomi, tapi juga identitas budaya masyarakat Purwoasri. Kami ingin anak-anak muda tetap bangga melanjutkan tradisi ini,” tegas Hari.
Festival Gerabah sendiri tak hanya menampilkan upacara adat. Beragam atraksi kesenian dan pameran produk UMKM ikut memeriahkan acara selama dua hari. Ada pula lokakarya pembuatan gerabah, melukis tembikar, dan pertunjukan seni tradisional yang melibatkan warga setempat.
Sementara itu, Camat Kebonagung, Udin Wahyudi, menilai kegiatan ini menjadi momentum penting untuk membangkitkan kembali semangat generasi muda. “Melalui festival ini, mereka bisa belajar bagaimana memanfaatkan potensi desa, sekaligus menjaga warisan leluhur agar tetap hidup,” ujarnya.

Udin juga berharap Festival Gerabah bisa mendorong perputaran ekonomi warga dan memperkuat citra Pacitan sebagai daerah yang kaya budaya. “Selain memperkuat sektor budaya, kegiatan seperti ini terbukti mampu menggerakkan ekonomi masyarakat kecil,” tambahnya.
Festival Gerabah Lempung Agung rutin digelar setiap tahun di Desa Purwoasri yang dikenal sebagai sentra gerabah sejak 1959. Lokasinya berjarak sekitar delapan kilometer di selatan Kota Pacitan, arah Pantai Wawaran. Produk gerabah dari desa ini sudah lama dikenal memiliki kualitas dan nilai seni tinggi.
Dengan kekhasan tradisi Lempung Agung-nya, Festival Gerabah Pacitan tak hanya menjadi ajang pelestarian budaya, tetapi juga wujud nyata kearifan lokal yang terus hidup di tengah masyarakat modern. Tahun depan, agenda serupa dijadwalkan kembali digelar dengan konsep yang lebih meriah dan partisipatif. (*)
| Pewarta | : Yusuf Arifai |
| Editor | : Faizal R Arief |