TIMES PACITAN, YOGYAKARTA – Tragedi unjuk rasa di Jakarta pada Kamis (28/8) lalu menyisakan duka mendalam. Seorang pengemudi ojek online (ojol), Affan Kurniawan tewas setelah terlindas kendaraan taktis (rantis) milik Brimob di kawasan Pejompongan, Jakarta.

Insiden itu memantik kritik keras dari akademisi.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Muhammad Fatahillah Akbar, S.H., LL.M., menegaskan bahwa peristiwa tersebut bukan sekadar pelanggaran etik, melainkan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pembunuhan.

“Pengemudi mobil rantis seharusnya diproses melalui jalur hukum pidana, bukan hanya disanksi etik,” tegas Akbar saat dimintai tanggapan, Senin (1/92025).

Unsur Kesengajaan Harus Diusut

Menurutnya, ada indikasi unsur kesengajaan dalam peristiwa ini. Aparat tetap mengemudikan kendaraan di tengah kerumunan meski sudah menabrak korban. Karena itu, ia mendesak polisi untuk mengusut kasus ini secara transparan.

“Proses hukum harus terbuka, publik pun perlu mengawal agar korban dan keluarganya mendapatkan keadilan,” ujarnya.

Akbar juga menyoroti cara aparat mengawal aksi unjuk rasa yang berujung tragedi. Ia menilai kepolisian seharusnya lebih mengedepankan sikap humanis, sebab menyampaikan pendapat di muka umum merupakan hak konstitusional warga negara.

“Pengawalan kebebasan berpendapat harus dilakukan dengan hati-hati, apalagi melibatkan massa dalam jumlah besar,” jelasnya.

Dosen UGM itu memahami kemarahan publik atas insiden ini. Menurutnya, polisi yang seharusnya melindungi warga justru bertindak sebaliknya dengan pendekatan represif.

“Semestinya aparat memberi pengawalan, bukan membubarkan massa dengan gas air mata atau bentuk kekerasan lain,” paparnya. (*)