TIMES PACITAN, PACITAN – Angka kekerasan terhadap anak di Kabupaten Pacitan masih mengkhawatirkan. Selama semester pertama 2025, Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, dan Pemberdayaan Perempuan serta Perlindungan Anak (PPKB dan PPPA) mencatat 23 kasus terjadi. Dari jumlah tersebut, pencabulan mendominasi dengan 6 kasus.
Kepala Dinas PPKB dan PPPA Pacitan, Jayuk Susilaningtyas, menyebut kasus yang tercatat itu merupakan laporan resmi yang telah ditangani dan didampingi oleh pihaknya. Namun ia tak menampik bahwa masih banyak kasus yang belum terungkap.
"Ini yang terlaporkan dan sudah kita dampingi. Mungkin masih banyak lagi yang belum muncul ke permukaan," ujar Jayuk, Kamis (24/72025).
Selain pencabulan, kekerasan lain yang masuk laporan yakni kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebanyak 4 kasus, penelantaran anak 2 kasus, pelecehan seksual 1, pornografi 1, bullying disertai kekerasan fisik 1, dan penyimpangan seksual 8 kasus.
Kasus penelantaran yang dimaksud di antaranya adalah orang tua yang tidak mau mengakui anaknya, bahkan hingga enggan memberi nafkah. Sedangkan penyimpangan seksual dan pornografi mengarah pada perilaku yang menyimpang terhadap norma sosial, sebagian besar terjadi di ranah digital.
Jayuk mengungkapkan, pihaknya terus menggencarkan program Pelopor dan Pelapor (2P) untuk mencegah kekerasan terhadap anak dan perempuan. Edukasi dilakukan langsung ke sekolah, desa, hingga lingkungan pesantren yang juga dinilai cukup rentan.
"Kami menyasar sekolah dan desa karena lingkungan itu jadi ruang penting anak-anak tumbuh. Termasuk pesantren, yang juga rentan terjadi kekerasan, baik verbal maupun seksual," jelasnya.
Kendati belum ada laporan resmi dari lingkungan pesantren, pihaknya tetap menjadikan lembaga pendidikan keagamaan tersebut sebagai prioritas edukasi dan pencegahan. Jayuk menekankan, pendekatan yang dilakukan bersifat preventif.
"Kalau dari pesantren belum ada yang melapor. Tapi kami tetap masuk ke sana untuk antisipasi dan edukasi. Pencegahan lebih penting sebelum jatuh korban," tegasnya.
Fenomena meningkatnya kasus kekerasan anak menjadi alarm serius bagi semua pihak, termasuk orang tua dan pengasuh.
Jayuk menilai, literasi publik terhadap kekerasan masih minim. Banyak masyarakat yang belum berani melapor karena takut atau menganggap kasus itu sebagai aib keluarga.
"Kami harap masyarakat lebih terbuka. Anak harus dilindungi, bukan malah disembunyikan masalahnya. Laporkan jika terjadi kekerasan, kami siap dampingi," tandas Jayuk.
Pihaknya juga terus mendorong sinergi lintas sektor, mulai dari pendidikan, tokoh agama, hingga aparat hukum, agar penanganan kekerasan terhadap anak bisa komprehensif dan tidak berhenti di data semata.
Sebaran Kasus Kekerasan Anak di Pacitan per Kecamatan (Januari–Juni 2025)
1. Kecamatan Pacitan
Kasus: 7
Jenis: Pencabulan, KDRT, penelantaran, penyimpangan seksual
Keterangan: Wilayah kota mendominasi laporan, termasuk dari lingkungan sekolah dan pemukiman padat.
2. Kecamatan Tulakan
Kasus: 4
Jenis: Pencabulan, penyimpangan seksual
Keterangan: Faktor keterbatasan pengawasan keluarga dan kurangnya edukasi seksual.
3. Kecamatan Arjosari
Kasus: 3
Jenis: Pencabulan, bullying
Keterangan: Beberapa kasus terjadi di lingkungan pendidikan.
4. Kecamatan Nawangan
Kasus: 2
Jenis: KDRT, penelantaran anak
Keterangan: Wilayah pinggiran, kasus umumnya muncul setelah laporan dari perangkat desa.
5. Kecamatan Tegalombo
Kasus: 2
Jenis: Penyimpangan seksual, pelecehan
Keterangan: Akses informasi terbatas dan minimnya pendampingan psikososial.
6. Kecamatan Ngadirojo
Kasus: 2
Jenis: Pencabulan, pornografi
Keterangan: Sebagian besar dilaporkan setelah viral di media sosial.
7. Kecamatan lainnya (Sudimoro, Bandar, Donorojo, Punung, Pringkuku, Kebonagung)
Kasus: 1–2 secara sporadis
Jenis: Beragam, termasuk penyimpangan seksual dan KDRT.
Keterangan: Umumnya baru terlapor setelah pendampingan dari desa ramah anak. (*)
Pewarta | : Yusuf Arifai |
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |