TIMES PACITAN, PACITAN – Jumlah anak tidak sekolah (ATS) di Kabupaten Pacitan awalnya bikin dada sesak, yakni 5285 anak. Tapi, setelah Dinas Pendidikan turun tangan dan memverifikasi langsung, wah, ternyata yang benar-benar nggak sekolah hanya 1187 anak saja.
Sekretaris Dinas Pendidikan Pacitan, Ririh Enggar Murwati, S.P, M.Pd pun mengaku heran dengan angka dari pusat ini.
"Data ATS per Juni 2024 itu dari pusat, tapi setelah kami cek, banyak anak yang sudah pindah luar kota, bahkan ke luar negeri. Data kependudukannya saja yang nggak diperbarui," katanya, Selasa (12/11/2024).
Setelah dicek, ternyata banyak anak sudah belajar di sekolah lain, tapi datanya tetap tercatat sebagai ATS. Kenapa? Karena di Dapodik dan Emis sekolah, operatornya lupa atau nggak mencantumkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) siswa tersebut.
"Jadi ya… orangnya ada, sekolah juga, tapi di data, dianggap nggak sekolah," tambah Enggar.
Salah Paham Urusan Kepindahan
Lebih lanjut, Enggar mengungkapkan, ada juga anak-anak yang pindah sekolah ke luar kota. Tetapi, mereka ini lupa lapor RT atau kelurahan soal kepindahan tersebut.
"Jadi di data lama, sekolah lamanya, masih ada namanya nongol sebagai anak Pacitan. Padahal kaki dan kepalanya udah di kota lain," ujarnya sambil tersenyum.
Yang tambah seru lagi, ada juga ATS dari kalangan difabel. Begitu dicek lagi, data 5285 itu jadi lebih masuk akal dengan jumlah valid hanya 1187.
"Yang benar-benar belum sekolah itu memang dari penyandang disabilitas," tegasnya.
Adu Kolaborasi Lintas Instansi
Kalau dulu ini urusan bisa selesai dalam satu dinas, sekarang kolaborasi lintas instansi harus main. Dinas Pendidikan nggak bisa sendirian.
"Jadi, urusan ini harus kolaborasi sama Bappeda Litbang, Disdukcapil, sampai Dinas Pemberdayaan Masyarakat," tutur Enggar.
Kolaborasi ini penting, kata Enggar, supaya kalau ada anak yang pindah, data administrasinya juga ikut pindah. "Jangan sampai cuma tubuh yang pindah, data kependudukan masih keukeuh di kampung halaman," tegasnya lagi.
Rencana untuk Anak Tidak Sekolah
Nantinya, anak yang sesuai usia sekolah bakal diusahakan balik ke sekolah formal. Buat yang sudah lewat usia sekolah, akan diarahkan ke pusat kegiatan belajar nonformal, seperti Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) atau Sanggar Kegiatan Belajar (SKB).
"Kami sudah bekerja sama dengan 404 tenaga pendidikan di 12 kecamatan untuk verifikasi ini," ujar Enggar.
Bahkan, ia kembali menegaskan bahwa peran orang tua nggak kalah pentingnya. Mereka adalah "sekolah pertama" bagi anak-anak mereka. Artinya, jangan cuma bangga anak bisa main media sosial, tapi perhatikan juga pola belajar dan pergaulannya.
"Orang tua jangan gampang ngasih izin, pergaulan anak dipantau, medsosnya dicek. Pokoknya, anak jangan sampai kelewatan main dan lupa belajar," pungkasnya.
Anak Tidak Sekolah (ATS) di Kabupaten Pacitan ini memang banyak kategori. Ada yang putus sekolah di tengah jalan, ada yang lulus tapi nggak melanjutkan, dan ada juga yang belum pernah bersekolah sama sekali. Dan sekarang, di Pacitan wajib belajar sudah berlaku 13 tahun, jadi nggak ada lagi alasan untuk nggak bersekolah. (*)
Pewarta | : Yusuf Arifai |
Editor | : Ronny Wicaksono |